Minggu, 18 Maret 2012

“Kehidupan Sang Buruh Bangunan”


Ini tugas kuliah, wawancara orang miskin... pada Mata Kuliah Pengembangan Masyarakat..

Profil
Nama             : Bandang
TTL                : Magelang, 18 Maret 1971
Pekerjaan       : Buruh Bangunan dan buruh tani
Asal                : Sawangan, Magelang
Istri                 : Tuminah
Anak              : 3 orang (Ratna, Handoko, Ida)
Pendidikan      : SMP

Pembukaan
                Kemiskinan itu menjadi suatu hal yang perlu dihilangkan jika dilihat dari segi pembangunan. Karena itu menandakan bahwa pembangunan belum sampai taraf berhasil dan membuat masyarakatnya menjadi sejahtera. Saat ini standar kemiskinan ditentukan dengan rata – rata pendapatan yang diperoleh sehari - hari.  Namun, bagaimana jika kita melihat kemiskinan jika dalam pandangan dalam masyarakat ataupun orang yang mengalaminya. Apakah mereka menganggap dirinya di dalam kemiskinan atau tidak.
                Berikut ini ada;ah hasil wawancara dengan Bapak Bandang, salah seorang buruh bangunan yang bekerja di lokasi pembangunan salah satu rumah di perumahan Pogung Baru.
                Bapak Bandang ini memiliki pekerjaan buruh bangunan dan buruh tani. Pekerjaan buruh bangunan ini diperolehnya dari temannya yang tinggal di Sleman yang bekerja sebagai tukang batu di sebuah perusahaan konstruksi. Pekerjaan ini hanya hanya paling banyak setahun dua kali untuknya , bahkan mungkin pernah dalam setahun dia tidak bekerja sebagai buruh bangunan. Dan lokasi sebagai buruh bangunannya tidak tentu pernah di Bantul, Godean ataupun di Pogung ini. Dengan keadaan ini biasanya beliau menginap di tempat temannya yang sama – sama satu lokasi kerja atau jika diizinkan oleh kontraktornya tinggal dilokasi pekerjaan.
                Jika tidak mendapat pekerjaan sebagai buruh bangunan, Bapak Bandang ini menjadi buruh tani di daerah tempat tinggalnya yaitu di Sawangan karena beliau tidak memiliki lahan sendiri. Pendapatan buruh tani ini tidak sebesar pendapatannya sebagai buruh bangunan. Oleh karena itu, jika bisa dan sedang beruntung berusaha untuk mendapatkan pekerjaan ini di dua tempat.
                Menurut penuturan Pak Bandang ini, saat ini pendapatan keluarganya dibantu oleh istrinya juga yang merupakan menjadi penjual daster. Daster ini diperoleh dari pasar Beringharjo, Pak Bandang inilah yang membelinya jika mendapat pekerjaan buruh bangunan di Yogyakarta dan jika mendapat libur kerja sehari pulang mengantarkan barang dagangan ini. Ketika ditanya dari mana uang untuk membeli daster ini, beliau mengatakan separuh dari upahnya sebagai buruh bangunan. Namun, usaha ini baru dilakukan dari sebulan yang lalu karena kebetulan Pak bandang juga berada di jogja. Jika sudah tak menjadi buruh bangunan, kemungkinan usaha ini juga berhenti. Penghasilan dari penjualan daster ini cukup lumayan bisa lima ribu sampai tujuh ribu per potong, dan setiap berdagang kira – kira sepuluh potong. Kata bapak satu ini “Lumayanlah mbak buat nambahin buku anak – anak”
                Beliau memiliki 3 anak Ratna, handoko dan Ida.  Ratna saat ini sudah punya suami dan ikut suaminya walaupun masih berusia 19 tahun. Ratna ini menikah setahun yang lalu dan pendidikannya juga hingga tamatan SMP. Sedangkan Handoko saat ini masih sekolah di SMK dan menurut Pak Bandang ini anaknya mendapat keringanan biaya di sekolahnya sehingga keluarganya tidak terlalu terbebani, bahkan sering Handoko ini mendapat beasiswa untuk orang tidak mampu (bapak Bandang menyebutnya “sangu dari sekolah”). Si Bungsu Ida tahun ini akan dimasukan SMA setelah setahun tidak menlanjutkan sekolah. Alasan bapak Bandang, karena tahun lalu beliau tidak memiliki uang yang cukup untuk memasukkan anaknya ke SMA. Namun, tahun ini beliau dan Istrinya berusaha keras untuk bisa memasukkan Ida ke SMA. Kata beliau “Paling ora luwih apik sithik saka Bapak Ibune karo Mbake, wong Mas-e wae sekolah” (Paling tidak lebih baik sedikit dari Bapak Ibunya juga Kakak perempuannya, apalagi Masnya sekolah).
                Kesulitan yang dihadapi Bapak bandang dan keluarga ini jika pekerjaan buruh tani dan buruh bangunan tidak juga datang. Tahun lalu selama dua bulan beliau tidak mendapatkan pekerjaan ini sehingga berujung pada Ida yang tidak bisa sekolah. Disela – sela ini biasanya seadanya bantuin pekerjaan tetangganya yang bisa dia kerjakan. Namun, menurut penuturan beliau, agak tidak enak menganggu nafkah orang lain kalau tidak begitu terpaksa. Jika dalam keadaan ini keluarganya cuma makan seadanya. Biasanya dari hasil bantu – bantu tetangga dapat jagung, kadang singkong kadang juga sayur kadang juga beras. Kalau sedang ada pekerjaan lumayan bisa makan Nasi,sayur paling tidak, syukur bisa nambah dengan tempe atau krupuk.
                Jika dibilang sedih dengan kehidupannya Pak Bandang tidak begitu sedih, karena jika di rumah beliau sangat senang. Sedihnya kalau jauh dari keluarga seperti saat buruh di Pogung ini. Bapak Bandang ini punya tekad agar anaknya punya pekerjaan tetap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar